Merdeka.com - Melaju bersama angin, kuda-kuda Jeneponto ini melintas di jalur berpasir dan becek bekas hujan semalam. Bukan sebuah turnamen kejuaraan, namun hanya sebatas hiburan rakyat. Keseruan balap kuda tradisional ini sudah menjadi tradisi bagi warga masyarakat Desa Kampala, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Tradisi balap kuda bermula dari zaman kerajaan Gowa yang sudah akrab dengan hewan kuda sebagai moda transportasinya. Keakraban masyarakat kerajaan Gowa juga terbukti bahwa kuda dijadikan sebagai hewan peliharaan. Yang pada waktu luang menjadi hiburan mereka di arena pacuan kuda.
Balap Kuda Tradisional Jeneponto. ©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim
Kearifan lokal ini kemudian secara turun temurun dipertahankan sebagai bukti kebiasaan atau budaya masyarakat Jeneponto.
Tak heran Jeneponto dijuluki sebagai Kota Kuda. Di Kabupaten ini sangat mudah dijumpai hewan kuda serta perlombaan pacuan kuda. Bermula dari perlombaan tradisional hingga diangkat oleh pemerintah setempat dalam ajang pacuan kuda yang terbuka untuk umum.
©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim
Meski begitu, tak dapat mengalihkan bahwa memacu kuda untuk berlari sudah menjadi tradisi masyarakat Jeneponto sedari kecil. Anak-anak turut andil dalam seluk beluk perlombaan pacuan kuda tradisional Jeneponto.
Tak jarang, anak-anak dipilih para pemilik kuda sebagai joki mereka. Anak-anak dilibatkan karena memiliki bobot yang ringan sehingga laju kuda semakin kencang.
©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim
Terlepas dari bakat anak-anak Jeneponto yang mahir berkuda, di baliknya ada risiko yang harus ditanggung. Tak heran dalam perlombaan anak kerap jatuh dari kuda bahkan terpental. Kondisi yang sama juga berlaku para joki dewasa. Minimnya peralatan keselamatan membuat risiko cedera seperti memar hingga patah tulang merupakan hal yang biasa.
Faktor perlengkapan seolah bukanlah suatu kewajiban. Bahkan para joki
balap kuda tak menggunakan pelana. Bak penunggang handal, mereka dengan
mudah mengendalikan kuda hanya dengan seutas tali pada kepala kuda.
Sebuah
keunikan yang memperlihatkan kuda sebagai hewan yang lekat dengan
masyarakat Jeneponto, di saat berbagai pacuan kuda menerapkan keamanan
dengan level yang tinggi.
©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim
Masyarakat yang menonton juga turut memeriahkan keseruan pacuan kuda tradisional di Jeneponto. Tak ada tribun sebagai tempat duduk untuk memantau laju kuda di kejauhan. Mengatasinya, tua muda, hingga anak-anak rela memanjat pohon untuk mendapatkan view yang lebih jelas.
Budaya tradisi pacuan kuda ini seolah sudah menjadi hiburan masyarakat. Pacuan kuda seperti ini biasa dijumpai pada akhir pekan sebagai sarana rekreasi.
Meskipun para joki menggunakan alat seadanya dalam pacuan kuda ini, mereka terlihat sangat terampil dan semangat melintasi arena pacuan sederhana dengan panjang lintasan sekitar 600 meter yang dibangun oleh warga.
Layaknya sebagai arena berlatih, lapangan pacuan kuda ini sering
dipakai penunggang kuda lokal di Jeneponto. Pasalnya, pemerintah
setempat telah mengadakan rutinitas pacuan kuda Jeneponto yang digelar
satu tahun sekali.
Tentu ada hadiah yang diperebutkan untuk menyabet gelar juara pacuan kuda tradisional di Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Topik berita Terkait: