PACUAN KUDA JENEPONTO

PACUAN KUDA JENEPONTO

Rabu, 30 Maret 2022

Balap Kuda Tradisional Jeneponto, Hiburan Rakyat Sejak Zaman Kerajaan Gowa

Merdeka.com - Melaju bersama angin, kuda-kuda Jeneponto ini melintas di jalur berpasir dan becek bekas hujan semalam. Bukan sebuah turnamen kejuaraan, namun hanya sebatas hiburan rakyat. Keseruan balap kuda tradisional ini sudah menjadi tradisi bagi warga masyarakat Desa Kampala, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Tradisi balap kuda bermula dari zaman kerajaan Gowa yang sudah akrab dengan hewan kuda sebagai moda transportasinya. Keakraban masyarakat kerajaan Gowa juga terbukti bahwa kuda dijadikan sebagai hewan peliharaan. Yang pada waktu luang menjadi hiburan mereka di arena pacuan kuda.

Balap Kuda Tradisional Jeneponto. ©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim

Kearifan lokal ini kemudian secara turun temurun dipertahankan sebagai bukti kebiasaan atau budaya masyarakat Jeneponto.

Tak heran Jeneponto dijuluki sebagai Kota Kuda. Di Kabupaten ini sangat mudah dijumpai hewan kuda serta perlombaan pacuan kuda. Bermula dari perlombaan tradisional hingga diangkat oleh pemerintah setempat dalam ajang pacuan kuda yang terbuka untuk umum.


©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim

Meski begitu, tak dapat mengalihkan bahwa memacu kuda untuk berlari sudah menjadi tradisi masyarakat Jeneponto sedari kecil. Anak-anak turut andil dalam seluk beluk perlombaan pacuan kuda tradisional Jeneponto.

Tak jarang, anak-anak dipilih para pemilik kuda sebagai joki mereka. Anak-anak dilibatkan karena memiliki bobot yang ringan sehingga laju kuda semakin kencang.


©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim

Terlepas dari bakat anak-anak Jeneponto yang mahir berkuda, di baliknya ada risiko yang harus ditanggung. Tak heran dalam perlombaan anak kerap jatuh dari kuda bahkan terpental. Kondisi yang sama juga berlaku para joki dewasa. Minimnya peralatan keselamatan membuat risiko cedera seperti memar hingga patah tulang merupakan hal yang biasa.

Faktor perlengkapan seolah bukanlah suatu kewajiban. Bahkan para joki balap kuda tak menggunakan pelana. Bak penunggang handal, mereka dengan mudah mengendalikan kuda hanya dengan seutas tali pada kepala kuda.
Sebuah keunikan yang memperlihatkan kuda sebagai hewan yang lekat dengan masyarakat Jeneponto, di saat berbagai pacuan kuda menerapkan keamanan dengan level yang tinggi.


 ©2021 Merdeka.com/Saldarsahrim

 Masyarakat yang menonton juga turut memeriahkan keseruan pacuan kuda tradisional di Jeneponto. Tak ada tribun sebagai tempat duduk untuk memantau laju kuda di kejauhan. Mengatasinya, tua muda, hingga anak-anak rela memanjat pohon untuk mendapatkan view yang lebih jelas.

Budaya tradisi pacuan kuda ini seolah sudah menjadi hiburan masyarakat. Pacuan kuda seperti ini biasa dijumpai pada akhir pekan sebagai sarana rekreasi.

Meskipun para joki menggunakan alat seadanya dalam pacuan kuda ini, mereka terlihat sangat terampil dan semangat melintasi arena pacuan sederhana dengan panjang lintasan sekitar 600 meter yang dibangun oleh warga.


Layaknya sebagai arena berlatih, lapangan pacuan kuda ini sering dipakai penunggang kuda lokal di Jeneponto. Pasalnya, pemerintah setempat telah mengadakan rutinitas pacuan kuda Jeneponto yang digelar satu tahun sekali.

Tentu ada hadiah yang diperebutkan untuk menyabet gelar juara pacuan kuda tradisional di Jeneponto, Sulawesi Selatan.



Tari Paddupa Khas Masyarakat Suku Bugis Makassar Dalam Penyambutan Tamu

 Historisitas tari paddupa sebagai penyambutan tamu adalah tari paddupa mulai diciptakan pada tahun 1964 oleh ibu Andi Hanisapada sebagai tari

tradisional suku bugis makassar. Tarian ini ditarikan untuk menyambutan tamutamu dan pada zaman dulu tari ini wajib harus dipersembahan sebelum acara atau
pesta-pesta besar dimulai. Untuk sipenari yang ingin menari harus dalam keadaan
bersih dan suci agar pada saat berlangsung tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan seperti kesurupan. Jadi tarian ini dianggap dulunya tarian yang cukup
sakral karena adanya pemkaran dupa yang dilakukan masayarakat. Namun
sekarang berbeda tari paddupa ini tidak lagi ditarikan menggunakan paddupang melainkan bosara. Makna dan simbol yang terdapat dalam tari paddupa, yaitu
kostum yang dikenakan oleh penari merupakan pakaian khas suku bugis makassar yang sudah menjadi salah satu pakaian tertua didunia yaitu baju bodo. Baju bodo
dulunya setiap perempuan yang memakaian masing-masing memiliki status dari segi warna yang dikenakan misalkan untuk baju bodo yang berwarna merah tua dikenakan oleh perempuan yang sudah menikah dan untuk penari sendiri baju
bodo yang dikenakan berwarna putih yang memberikan makna suci. Selain dari kostum aksesoris yang dikenakan adalah bando, kalung, simatayya, sanggung, anting-anting. Selanjutnya untuk properti yang digunakan adalah sudah terjadi perubahan dulunya menggunakan dupa serta paddupang (tempat bakar dupa), lilin, pisang, daun sirih, benno (beras yang disangrai) sekarang yang gunakan
hanya beras dan bosara. Beras dimaknakan sebagai sumber kehidupan manusia. Untuk alat musik yang dipakai mengiri tari paddupa ada gendang, pui-pui, suling,
gong dan kecapi. Nilai-nilai budaya Islam yag terdapat dari tari paddupa adalah
adanya nilai-nilai saling menghargai dan menghormati sesama. Di Islam kita
sebagai kaum muslimin sangat dianjurkan untuk memuliakan tamu dna tetap menjaga silatuhrami serta di tari paddupa juga memberikan nilai-nilai budaya
saling kerja sama atau tolong menolong. Untuk berlangsungnya acara dengan baik maka dibutuhkan kerja sama yang baik dan untuk menampilkan penampilan tari paddupa yang baik harus memiliki kerja sama antara penari dan pemusik.

Balap Kuda Tradisional Jeneponto, Hiburan Rakyat Sejak Zaman Kerajaan Gowa

Merdeka.com - Melaju bersama angin, kuda-kuda Jeneponto ini melintas di jalur berpasir dan becek bekas hujan semalam. Bukan sebuah turnam...